Daun
By Ust. Irfan Toni Herlambang
Seorang pemuda duduk sendiri di sebuah taman. Di pangkuannya terhampar
sebuah buku yang masih terbuka. Di sebelah kanannya, sisa makanan
berhimpit dengan botol minuman. Hari itu adalah awal musim gugur di
tahun ini. Tak heran banyak sekali daun berjatuhan. Terserak. Begitupun
di bangku tempat pemuda itu duduk.
Sang pemuda masih menikmati sore itu dengan membaca. Tangannya
membolak-balik halaman buku. Setiap kali selesai membaca beberapa
paragraf, matanya tak lepas dari urutan kata dalam buku. Menelusuri
setiap kalimat yang tersusun di sana. Tak ada rasa terganggu dengan
daun-daun yang sesekali jatuh menimpanya. Sementara di kejauhan, ada
beberapa anak kecil berlari. Mereka bermain, menikmati matahari sore
yang indah itu.
Srekkk... srekk. Terdengar langkah. Pemuda itu menoleh. Srekk.. srekk...
srekk. Terdengar lagi langkah kaki bergesekan dengan daun-daun. Seorang
ibu tua sedang memunguti daun-daun. Tangan kirinya menggenggam kantung
kain. Isinya daun-daun kering.
Pemuda itu tertegun. Heran.
"Ibu sedang apa?"
"Aku sedang mengumpulkan daun."
Mata tuanya terus menjelajah, mengamati hamparan daun di taman itu.
"Aku sedang mencari daun-daun terbaik untuk kujalin menjadi mainan buat anak-anak di sana."
Satu dua daun dimasukkan ke kantung kain. Pemuda itu beringsut. Buku di
depannya diletakkan. Ia kembali bertanya, "Sejak kapan Ibu
melakukannya?"
"Setiap musim gugur aku lakukan ini untuk anak-anak. Akan kubuatkan
selempang dan mahkota daun buat mereka. Jika aku dapat banyak daun, akan
kubuatkan pula selubung-selubung ikat pinggang. Ah, mereka pasti
senang." Mata tua itu berbinar. Syal di lehernya berjuntai di bahu.
Tangannya kembali memasukkan beberapa daun.
"Tapi, Bu, sampai kapan Ibu lakukan ini? Anak-anak itu pasti akan
membuat semuanya rusak setiap kali mereka selesai bermain. Lagipula,
terlalu banyak daun yang ada di sini. Ini musim gugur, daun itu akan
terus jatuh layaknya hujan," lagi-lagi si pemuda bertanya. "Apa Ibu tak
pernah berpikir untuk berhenti?”
"Berhenti? Berpikir untuk berhenti? Memang, anak-anak itu akan selalu
merusak setiap rangkaian daun yang kubuat. Mereka juga akan selalu
membuat mahkota daunku koyak. Selempang daunku juga akan putus setiap
kali mereka selesai bermain. Tapi, itu semua tak akan membuatku
berhenti."
Ibu tua itu menarik nafas. Syal di lehernya makin dipererat.
"Masih ada ribuan daun yang harus kupungut di sini. Masih ada beberapa
kelok jalan lagi yang harus kutempuh. Waktuku mungkin tak cukup untuk
mengambil semua daun di sini. Tapi, aku tak akan berhenti."
"Akankah aku berhenti dari kebahagiaan yang telah kutemukan? Akankah aku
berhenti memandang kegembiraan dan binar-binar mata anak-anak itu?
Akankah aku menyerah dari kedamaian yang telah aku rasakan setiap musim
gugur itu?” tanyanya retoris.
“Tidak, Nak! Aku tidak akan berhenti berusaha untuk kebahagiaan itu. Aku
tidak akan berhenti hanya karena koyaknya mahkota daun atau ribuan daun
lain yang harus kupungut."
Tangan tua itu kembali meraih sepotong daun. Lalu, dengan suara pelan, ia
berbisik, "Ingat Nak, jangan berhenti. Jangan pernah berhenti untuk
berusaha." Larik-larik senja telah muncul, menerobos sela-sela pohon,
membentuk sinar-sinar panjang, dan berpendar pada tubuh ibu tua itu.
Teman, adakah kita pernah merasa ingin berhenti dari hidup ini? Adakah
kita pernah merasa gagal? Adakah kita berpikir untuk tak mau melanjutkan
impian-impian kita? Saya percaya, ada banyak dari kita yang pernah
mengalaminya. Ada banyak dari kita yang mungkin berpikir untuk menyerah
karena begitu banyaknya tantangan yang kita hadapi.
Namun, apakah kita harus berhenti berusaha ketika melihat
"mahkota-mahkota daun" impian kita koyak? Haruskah kita berhenti saat
"selempang daun" harapan yang kita sandang putus? Akankah kita menyerah
saat "rangkaian daun" kebahagiaan kita tak berbentuk? Saya percaya, ada
banyak pilihan untuk itu. Beragam pilihan akan muncul di kepala kita
saat kenyataan pahit ada di depan kita.
Lalu, akankah kita surut melangkah, saat kita melihat ada ribuan "daun
tantangan" yang harus kita pungut? Akankah kaki kita menyerah ketika
kita bertemu dengan hamparan "daun ujian" didepan kita? Agaknya, kita
harus ingat perkataan ibu tua itu. "Jangan pernah berhenti untuk
berusaha. Jangan pernah menyerah untuk kebahagiaan yang akan kita raih."
Teman, ibu tua itu benar. Kita mungkin tak akan mampu meraih semua
daun-daun kebahagiaan itu. Mahkota, selempang, dan selubung ikat
pinggang daun itu akan koyak. Tapi, janganlah itu membuat kita berhenti
melangkah. Masih ada berjuta daun-daun harapan lain yang masih dapat
kira pungut. Di depan sana, masih terhampar berjuta daun impian lain
yang memberikan kita beragam pilihan. Mungkin jalan di depan kita masih
berkelok, masih panjang, namun daun-daun itu ada disana. Berjuta daun
kebahagian lain masih menunggu untuk kita rajut, jalin, anyam, dan
susun. Jangan menyerah. Jangan pernah menyerah, karena Allah selalu
bersama hamba-Nya yang sabar.