Jumat, 29 April 2016

Hujan


Uang Logam

Uang Logam

Suatu ketika ada seorang anak menemukan sekeping uang logam. Dia sangat senang sekali dengan apa yang ditemukannya. Dia mendapatkan uang tanpa harus mengeluarkan tenaga. Tanpa bersusah payah dia dapat membeli apa yang diinginkannya dengan uang yang ditemukannya itu. Lalu dia berpikir untuk melakukan pekerjaan ini sampai sore nanti. Dia lalu menghabiskan hari itu dengan kepala menunduk, mata terbuka lebar, dan meneliti setiap pojok jalan dengan seksama.

Ya, anak itu melakukan kegiatan itu sampai akhir masa kanak-kanaknya. Dia memang menemukan banyak sekali uang dengan cara itu. Ada ratusan uang receh, puluhan uang kertas, beberapa perhiasan, sebuah liontin, dan banyak benda berharga lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang dan mainan. Anak itu senang sekali dengan pekerjaan ini.

Memang, dia mendapatkan banyak uang dengan cara ini. Namun, agaknya, dia melupakan banyak hal. Dia telah kehilangan ratusan kehangatan pagi dan indahnya embun di dedaunan. Dia juga melewatkan ratusan pelangi yang kerap hadir di atas awan sebab, kepalanya selalu tertunduk ke bawah. Dia juga tak sempat untuk menyaksikan ribuan fajar dan ribuan senja.

Dia tak pernah menyaksikan burung-burung yang terbang di angkasa dan bercericit di atas pohon-pohon. Dia melewatkan banyak sekali layang-layang yang berkejaran di langit dan meliuk-liukan badannya seperti camar yang membentuk susunan-susunan formasi indah. Dia tak sempat merasakan harumnya bunga-bunga di taman dan tawa riang teman-temannya yang sedang bermain.


Dia tak pernah menemukan senyum hangat setiap orang yang berpapasan dengannya. Dia melewatkan tawa renyah dari kakek yang bertongkat dan selalu mengelus setiap anak yang ditemuinya. Dia tak pernah merasakan itu semua. Burung yang beterbangan, matahari yang bersinar, dan senyuman itu, bukanlah bagian dari ingatan masa kecilnnya.

Teman, begitulah hidup. Kita bisa memilih hidup kita dengan kepala tertunduk, pikiran dipenuhi dengan nafsu kekayaan, dan enggan berurusan dengan orang lain. Kita juga bisa memilih hidup dengan penuh ketakutan, takut kehilangan setiap uang logam, takut akan kritik dan saran, takit pada setiap hal baru yang hadir di depan mata. Kita bisa memilih untuk terpaku pada satu hal, hanya memikirkan diri sendiri.

Ya, kita memang bisa memilih itu semua. Namun, Teman, kita juga bisa memilih untuk hidup dengan selalu memandang ke depan dan pantang menyerah. Kita juga bisa memilih untuk merasakan semua nikmat Allah dan menjadi bagian dari kehangatan persahabatan dan senyuman. Kita juga bisa memilih untuk hidup dan berusaha untuk merasakan semua tawa, semua kehahuram bunga, dan keindahan fajar dan matahari senja. Ya, kita memang bisa memilih hidup kita.

Kebahagiaan Terbesar

Kebahagiaan Terbesar

Suatu ketika di ruang kelas sekolah menengah, terlihat suatu percakapan yang menarik. Seorang guru, dengan buku di tangan, tampak menanyakan sesuatu kepada murid-muridnya di depan kelas. Sementara itu, dari mulutnya keluar sebuah pertanyaan. "Anak-anak, kita sudah hampir memasuki saat-saat terakhir bersekolah di sini. Setelah 3 tahun, pencapaian terbesar apa yang membuatmu bahagia? Adakah hal-hal besar yang kalian peroleh selama ini?

Murid-murid tampak saling pandang. Terdengar suara lagi dari guru, "Ya, ceritakanlah satu hal terbesar yang terjadi dalam hidupmu..." Lagi-lagi semua murid saling pandang, hingga kemudian tangan guru itu menunjuk pada seorang murid. "Nah, kamu yang berkacamata, adakah hal besar yang kamu temui? Berbagilah dengan teman-temanmu..."

Sesaat, terlontar sebuah cerita dari si murid, "Seminggu yang lalu, adalah masa yang sangat besar buatku. Orangtuaku, baru saja membelikan sebuah motor, persis seperti yang aku impikan selama ini," Matanya berbinar, tangannya tampak seperti sedang menunggang sesuatu. "Motor sport dengan lampu yang berkilat, pasti tak ada yang bisa mengalahkan kebahagiaan itu!"

Sang guru tersenyum. Tangannya menunjuk beberapa murid lainnya. Maka, terdengarlah beragam cerita dari murid-murid yang hadir. Ada anak yang baru saja mendapatkan sebuah mobil. Ada pula yang baru dapat melewatkan liburan di luar negeri. Sementara, ada murid yang bercerita tentang keberhasilannya mendaki gunung. Semuanya bercerita tentang hal-hal besar yang mereka temui dan mereka dapatkan. Hampir semua telah bicara, hingga terdengar suara dari arah belakang.

"Pak Guru..Pak, aku belum bercerita." Rupanya, ada seorang anak di pojok kanan yang luput dipanggil. Matanya berbinar. Mata yang sama seperti saat anak-anak lainnya bercerita tentang kisah besar yang mereka punya. "Maaf, silahkan, ayo berbagi dengan kami semua," ujar Pak Guru kepada murid berambut lurus itu. "Apa hal terbesar yang kamu dapatkan?" Pak Guru mengulang pertanyaannya kembali.

"Keberhasilan terbesar buatku, dan juga buat keluargaku adalah..saat nama keluarga kami tercantum dalam buku telpon yang baru terbit 3 hari yang lalu." Sesaat senyap. Tak sedetik, terdengar tawa-tawa kecil yang memenuhi ruangan kelas itu. Ada yang tersenyum simpul, terkikik-kikik, bahkan tertawa terbahak mendengar cerita itu. Dari sudut kelas, ada yang berkomentar, "Ha? aku sudah sejak lahir menemukan nama keluargaku di buku telpon. Buku Telpon? Betapa menyedihkan...hahaha". Dari sudut lain, ada pula yang menimpali, "Apa tak ada hal besar lain yang kamu dapat selain hal yang lumrah semacam itu? Lagi-lagi terdengar derai-derai tawa kecil yang masih memenuhi ruangan.

Pak Guru berusaha menengahi situasi ini, sambil mengangkat tangan. "Tenang sebentar anak-anak, kita belum mendengar cerita selanjutnya. Silahkan teruskan, Nak.." Anak berambut lurus itu pun kembali angkat bicara. "Ya. Memang itulah kebahagiaan terbesar yang pernah aku dapatkan. Dulu, Ayahku bukanlah orang baik-baik. Karenanya, kami sering berpindah-pindah rumah. Kami tak pernah menetap, karena selalu merasa di kejar polisi." Matanya tampak menerawang. Ada bias pantulan cermin dari kedua bola mata anak itu, dan ia melanjutkan.

"Tapi, kini Ayah telah berubah. Dia telah mau menjadi Ayah yang baik buat keluargaku. Sayang, semua itu tidak butuh waktu dan usaha. Tak pernah ada Bank dan Yayasan yang mau memberikan pinjaman modal buat bekerja. Hingga setahun lalu, ada seseorang yang rela meminjamkan modal buat Ayahku. Dan kini, Ayah berhasil. Bukan hanya itu, Ayah juga membeli sebuah rumah kecil buat kami. Dan kami tak perlu berpindah-pindah lagi."

"Tahukah kalian, apa artinya kalau nama keluargamu ada di buku telpon? Itu artinya, aku tak perlu lagi merasa takut setiap malam dibangunkan ayah untuk terus berlari. Itu artinya, aku tak perlu lagi kehilangan teman-teman yang aku sayangi. Itu juga berarti, aku tak harus tidur di dalam mobil setiap malam yang dingin. Dan itu artinya, aku, dan juga keluargaku, adalah sama derajatnya dengan keluarga-keluarga lainnya." Matanya kembali menerawang. Ada bulir bening yang mengalir. "Itu artinya, akan ada harapan-harapan baru yang aku dapatkan nanti..."

Kelas terdiam. Pak Guru tersenyum haru. Murid-murid tertunduk. Mereka baru saja menyaksikan sebuah fragmen tentang kehidupan. Mereka juga baru saja mendapatkan hikmah tentang pencapaian besar, dan kebahagiaan. Mereka juga belajar satu hal: "Bersyukurlah dan berbesar hatilah setiap kali mendengar keberhasilan orang lain. Sekecil apapun. Sebesar apapun.

***

Teman, ada banyak fragmen-fragmen lain yang hadir di depan kita. Ada banyak hal-hal besar yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan. Namun, adakah didalamnya kita bisa berbesar hati dan mensyukuri setiap berkah yang Tuhan berikan buat kita? Namun sayang. Banyak dari kita yang lebih sering membanding-bandingkan. Banyak dari sering membuat perimbangan-perimbangan. Kita sering tergoda untuk iri pada setiap keberhasilan yang orang lain dapatkan, namun, kita juga memilih untuk melecehkannya saat kebeherhasilan orang itu lebih sedikit dari yang kita dapatkan.

Adakah kebahagiaan dan pencapaian terbesar itu bisa dihitung seperti kita menghitung dengan timbangan? Adakah kita bisa mengukur kebahagiaan itu dalam tabel dan diagram seperti statistik sensus ekonomi? Agaknya, bukan cara itu yang kita pakai, sebab ukurannya memang sangat universal, sangat luas, dan melintasi batas. Kebahagiaan terbesar bagi seseorang, bisa jadi adalah hal yang remeh buat orang lain. Kelumrahan bagi seseorang juga mungkin dianggap seperti durian runtuh bagi orang lain.

Dan teman, berbesar hatilah serta bersyukur atas setiap nikmat, berkah, keleluasaan, waktu, dan kesempatan yang kita terima. Ada rahasia-rahasia tersembunyi di dalamnya. Seremeh apapun, sekecil apapun. Bersyukurlah. Bersyukurlah, dan berbesar hatilah, karena tak ada yang remeh dan sepele dalam kamus bahasa Tuhan.

CANGKIR YANG CANTIK

Cangkir yang cantik

Sepasang kakek-Nenek pergi berbelanja ke sebuah toko souvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, itu cangkir tercantik yang pernah kulihat," ujar si kakek.
Saat mereka mendekati cangkir iru, tiba2 cangkir yang dimaksud berbicara. "Terima kasih untuk perhatiannya. Perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
kemudian ia mulai memutar-mutar hingga aku merasa pusing. Stop! Stop! Aku berteriak, tetapi orang itu berkata,"Belum!" lalu ia mulai meyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop!Stop! Teriaku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagia dia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas! Panas! Teriakku dengan keras. Stop! Cukup! Teriakku lagi. Tapi orang itu berkata, "Belum!"
Akhirnya, ia mengangkat aky dari perapian itu dan membiarkanku sampai dingin. Aku pikir selesailah sudah penderitaanku. Oh, ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop! Stop! Aku berteriak.
Wanita itu berkata, "Belum!" Lalu dia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya. Tolong! Hentikan penyiksaan ini! sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang itu tidak perduli dengan teriakan aku. Ia terus membakarkua. Setelah puas "Menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkanku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.
Teman, seperti itulah Allah Subhanahu Wata'ala membentuk kita. Pada saat Allah Subhanahu Wata'ala membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi, itulah cara mengubah kita agar menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-Nya.
Anggaplah sebagai kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai cobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna, utuh, dan tak kurang suatu apapun.
Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati karena Allah Subhanahu Wata'ala sedang membentuk kita. Bentukan2 itu memang menyakitkan, tetapi setelah semua proses itu selesai, Anda akan melihat betapa cantiknya Allah Subhanahu Wata'ala membentuk Anda.
Milestone, by  irfan toni herlambang

Ada sebuah desa yang tak terpetakan. di ujung desa itu, dekat hutan, tinggal seorang lelaki lanjut usia. Orang-orang desa mengenalnya sebagai sosok orang tua yang bijak. Pondoknya selalu dikunjungi orang yang membutuhkan bantuan; makanan, minuman, obat-obatan dan juga nasihat.
Seperti itulah keadaannya dari hari ke hari. Pondok tenang nan asri itu memancarkan auranya pada kehidupan desa. Hingga suatu hari ketenangan ini terusik. Teriakan lantang memecah keheningan alam.

“Ajarkan aku tentang kehidupan!”
O, rupanya ada anak muda berkunjung ke pondok Pak Tua itu. Si Pemuda berteriak-teriak.
“Aku adalah pengelana yang telah berjalan jauh dari ujung ke ujung buana. Telah ribuan tempat kujelajahi dan telah ribuan jengkal kususuri. Namun, aku tetap tak puas. Ajarkan aku tentang kehidupan." Begitu teriak si anak muda.

Terdengar sahutan dari dalam.
“Jika kau memintaku mengajari tentang kehidupan, maka akan kuajari engkau tentang perjalanan.”
Pak Tua keluar dengan tongkat di tangan. Ia hampiri anak muda itu dan mengajaknya berjaalan beriringan. Lama merek aberjalan melintasi hutan. Namun, Pak Tua belum juga mengucapkan sepatah kata. Tak ada ujaran keluar dari mulutnya.

Pak Tua itu hanya mengajak berjalan. Setiap menemui pohon besar, ia menunduk, menarik nafas panjang, lalu menorehkan tanda silang di batangnya. Begitulah yang dilakukan Pak Tua setiap menemukan pohon besar.

Matahari telah tergelincir ke barat. Perjalanan itu tak jelas kapan akan berhenti. Si Pemuda resah. Ia tak mengerti apa maksud semua perbuatan bodoh ini. Sampai akhirnya mereka menjumpai telaga dan beristirahat di sana.
“Wahai orang tua, ajarkan aku tentang kehidupan!” Sekali lagi pemuda itu melontarkan permintaannya.
Pak Tua menatap sebentar lalu membasuh mukanya dengan air telaga.

“Anak muda, kehidupan itu layaknya sebuah perjalanan. Kenyataan akan mempertemukan kita dengan harapan dan keinginan. Kehidupan akan selalu berjalan dan bejalan, berputar, hingga mungkin kita akan tak paham mana ujung dan pangkal.” kata Pak Tua memulai nasihatnya.
“Namun, belajar tentang kehidupan adalah juga belajar untuk menciptakan tanda-tanda pemberhentian. Belajar untuk membuat halte-halte dalam hidup kita.

Berhentilah sejenak. Renungkanlah perjalanan yang telah kau lalui. Siapkan persimpangan-persimpangan dalam hidupmu agar dapat membuatmu kembali menentukan arah perjalanan, “tambah Pak Tua panjang.

“Pohon-pohon tadi adalah prasasti sebagai penanda buatmu dalam berjalan. Mereka akan jadi pengingat betapa lelah kaki-kaki ini telah melangkah. Mereka semua akan menjadi pengingat tentang jalan-jalan yang telah kita lalui. Pohon-pohon itu menjadi kawan karib dalam mengenang yang telah lalu. Biarkan mereka menjadi penolongmu saat kau kehilangan arah.”

Pak Tua berhenti sejenak. Ditatapnya lembut pemuda itu.
'Anak muda, cobalah berhenti beberapa saat. Atur nafasmu, tarik lebih dalam, pandang jauh ke belakang, ke arah ujung-ujung jejak yang kau lalui. Biarkan semuanya beristirahat. Sebab, sekali lagi, belajar tentang kehidupan adalah juga belajar tentang menciptakan pemberhentian.

Teman, hidup memang layaknya sebuah milestone, batu penanda, penjejak, atau prasasti bagi perjalanan panjang. Benda itu akan jadi tumpuan saat kita kehilangan arah. Dan juga petunjuk saat kita membutuhkan pegangan.

Benda itu adalah juga jeda, sela, sebuah koma dalam kalimat. Layaknya sebuah jeda, ia pun berarti waktu yang memberi kesempatan untuk merenung.

Teman, adakah milestones di dalam hidup kita? Adakah jeda, sela, koma yang luput kita hadirkan di hidup ini? Apakah hidup kita seluruhnya aktivitas berjalan tiada pernah berhenti?

Cobalah, berhenti sejenak. Beristirahatlah. Tariklah nafas, tenangkan pikiran. Biarkan semuanya menjadi nyaman. Lalu ciptakan itu sebagai milestone di perjalanan hidup kita. Menjadi petunjuk jejak-jejak kaki 'amal' kita.
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto